Penulis : Mumtahah Annisa
Diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsuary Rahimahullah bahwa Abu Dzar RA berdiri di sisi Ka'bah seraya berkata, "Wahai Manusia, saya adalah Jundab Al-Ghifary Sahabat Rasulullah SAW, kemarilah kalian untuk menemui saudara kalian yang menasehati dengan penuh kasih sayang."
Maka tatkala mereka berkumpul di sekelilingnya, Abu Dzar bertanya, "Bukankah kalian tahu bahwa jika salah satu di antara kalian ingin berpergian, maka dia akan mempersiapkan bekal yang layak baginya dan menyampaikannya ke tempat yang ia tuju?"
Mereka menjawab, "Benar, memang demikian seharusnya wahai Abu Dzar."
Abu Dzar pun berkata, "Jika demikian, ketahuilah bahwa perjalanan di hari kiamat lebih jauh dari apa yang kalian tuju di dunia ini, maka ambillah bekal yang dapat menyelamatkan kalian."
Mereka bertanya, "Apakah bekal yang layak kami persiapkan untuk perjalanan tersebut wahai sahabat Rasulullah SAW?"
Beliau menjawab, "Berhajilah kalian untuk menghadapi urusan yang agung, shaumlah kalian di hari yang panas untuk menghadapi lamanya berdiri di padang Mahsyar, dan shalatlah dua rakaat di kegelapan malam karena kubur itu menakutkan."
Mereka berkata, "Semoga Allah membalas kebaikanmu wahai Abu Dzar, tambahkanlah nasihat anda untuk kami."
Lalu beliau menambahkan, "Berkatalah dengan ucapan yang baik dan jangan tanggapi ucapan buruk untuk menghadapi saat sendiri di padang Mahsyar, bersedekalah dengan hartamu, agar kalian selamat dari kesusahan di hari itu."
Mereka berkata, "Alangkah bagusnya nasehat anda wahai sahabat Rasulullah, teruskanlah nasihat ini!"
Beliau melanjutkan, "Jadikan dunia untuk majelis dua hal, majelis untuk memburu akhirat dan majelis untuk mencari yang halal, selain itu akan mendatangkan kemadharatan dan tiada memberikan manfaat bagimu. Jadikan harta milikmu menjadi dua bagian. Bagian pertama sebagai nafkah yang halal bagi keluargamu dan bagian kedua untuk bekal akhiratmu, selain itu akan mendatangkan madharat bagimu dan tidak akan memberikan manfaat padamu. Wahai manusia, bisa jadi rasa tamak dapat membunuhmu sedangkan kamu tak mampu mencegahnya."
***
Sahabat yang agung ini telah menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya, mengutarakan dengan tegas kalimat yang benar di mana pun beliau berada. Dalam nasihatnya, beliau mengaitkan antara ibadah dengan akhlak. Beliau menyalurkan harta pada tempat yang tepat, ikut andil dalam memperbaiki masyarakat, memenuhi kebutuhannya, dan melarang kebakhilan, menumpuk harta, serta mengabdi kepada harta.
Sudah semestinya pendapatan itu berasal dari yang halal, kemudian digunakan untuk nafkah yang wajib atau sedekah jariyah demi terealisasinya takaful (bahu-membahu) dan keseimbangan dalam masyarakat muslim. Sedangkan selain harta yang demikian itu, maka akan mendatangkan madharat dan tiada manfaat, sebagaimana firman Allah SWT, "Dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri dan Allah-lah yang Mahakaya, sedangkan kamulah orang yang berkehendak (kepadaNya)." (QS. Muhammad : 38).
Demikianlah nasehat dari saudara yang menasehati dengan penuh kasih sayang sebagaimana yang digambarkan Abu Dzar sendiri. Beliau menasihati mereka untuk berbekal taqwa dan amal shalih. Lalu beliau memberikan rincian bekal yang bermanfaat bagi mereka, yakni ibadah yang khusyu' dan tulus, menjauhi bencana lisan, mengarahkan semangat untuk mendapatkan yang halal, atau beramal untuk akhirat. Sungguh tidak ada lagi kejujuran, nasehat, dan kasih sayang yang lebih besar dari itu.
Referensi : Kitab Haakadza Tahaddatsas Salaf, Dr. Musthafa Abdul Wahid.
Diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsuary Rahimahullah bahwa Abu Dzar RA berdiri di sisi Ka'bah seraya berkata, "Wahai Manusia, saya adalah Jundab Al-Ghifary Sahabat Rasulullah SAW, kemarilah kalian untuk menemui saudara kalian yang menasehati dengan penuh kasih sayang."
Maka tatkala mereka berkumpul di sekelilingnya, Abu Dzar bertanya, "Bukankah kalian tahu bahwa jika salah satu di antara kalian ingin berpergian, maka dia akan mempersiapkan bekal yang layak baginya dan menyampaikannya ke tempat yang ia tuju?"
Mereka menjawab, "Benar, memang demikian seharusnya wahai Abu Dzar."
Abu Dzar pun berkata, "Jika demikian, ketahuilah bahwa perjalanan di hari kiamat lebih jauh dari apa yang kalian tuju di dunia ini, maka ambillah bekal yang dapat menyelamatkan kalian."
Mereka bertanya, "Apakah bekal yang layak kami persiapkan untuk perjalanan tersebut wahai sahabat Rasulullah SAW?"
Beliau menjawab, "Berhajilah kalian untuk menghadapi urusan yang agung, shaumlah kalian di hari yang panas untuk menghadapi lamanya berdiri di padang Mahsyar, dan shalatlah dua rakaat di kegelapan malam karena kubur itu menakutkan."
Mereka berkata, "Semoga Allah membalas kebaikanmu wahai Abu Dzar, tambahkanlah nasihat anda untuk kami."
Lalu beliau menambahkan, "Berkatalah dengan ucapan yang baik dan jangan tanggapi ucapan buruk untuk menghadapi saat sendiri di padang Mahsyar, bersedekalah dengan hartamu, agar kalian selamat dari kesusahan di hari itu."
Mereka berkata, "Alangkah bagusnya nasehat anda wahai sahabat Rasulullah, teruskanlah nasihat ini!"
Beliau melanjutkan, "Jadikan dunia untuk majelis dua hal, majelis untuk memburu akhirat dan majelis untuk mencari yang halal, selain itu akan mendatangkan kemadharatan dan tiada memberikan manfaat bagimu. Jadikan harta milikmu menjadi dua bagian. Bagian pertama sebagai nafkah yang halal bagi keluargamu dan bagian kedua untuk bekal akhiratmu, selain itu akan mendatangkan madharat bagimu dan tidak akan memberikan manfaat padamu. Wahai manusia, bisa jadi rasa tamak dapat membunuhmu sedangkan kamu tak mampu mencegahnya."
***
Sahabat yang agung ini telah menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya, mengutarakan dengan tegas kalimat yang benar di mana pun beliau berada. Dalam nasihatnya, beliau mengaitkan antara ibadah dengan akhlak. Beliau menyalurkan harta pada tempat yang tepat, ikut andil dalam memperbaiki masyarakat, memenuhi kebutuhannya, dan melarang kebakhilan, menumpuk harta, serta mengabdi kepada harta.
Sudah semestinya pendapatan itu berasal dari yang halal, kemudian digunakan untuk nafkah yang wajib atau sedekah jariyah demi terealisasinya takaful (bahu-membahu) dan keseimbangan dalam masyarakat muslim. Sedangkan selain harta yang demikian itu, maka akan mendatangkan madharat dan tiada manfaat, sebagaimana firman Allah SWT, "Dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri dan Allah-lah yang Mahakaya, sedangkan kamulah orang yang berkehendak (kepadaNya)." (QS. Muhammad : 38).
Demikianlah nasehat dari saudara yang menasehati dengan penuh kasih sayang sebagaimana yang digambarkan Abu Dzar sendiri. Beliau menasihati mereka untuk berbekal taqwa dan amal shalih. Lalu beliau memberikan rincian bekal yang bermanfaat bagi mereka, yakni ibadah yang khusyu' dan tulus, menjauhi bencana lisan, mengarahkan semangat untuk mendapatkan yang halal, atau beramal untuk akhirat. Sungguh tidak ada lagi kejujuran, nasehat, dan kasih sayang yang lebih besar dari itu.
Referensi : Kitab Haakadza Tahaddatsas Salaf, Dr. Musthafa Abdul Wahid.
Sumber :
http://kotasantri.com/pelangi/cermin/2009/04/28/menasihati-dengan-penuh-kasih-sayang